Sama-sama Jadi Debu

Pagi ini (Senin, 30 November 2020) saya berangkat lebih awal, ada agenda workshop diluar kampus, di salah satu hotel yang cukup mewah di kota ini. Walaupun masih dalam satu kota, entah kenapa ada keinginan untuk datang lebih awal. Apalagi hari ini saya berangkat bersama dengan teman saya, beliau selalu berangkat lebih pagi dan lebih rajin daripada saya. Maka dari itu saya harus menyesuaikan dengan kebiasaan beliau.

Suasana pagi ini memang agak mendung, di beberapa sudut kota seperti alun-alun banyak mobil yang berderet dan berjalan pelan seolah ingin menikmati redupnya suasana pagi. Tepat pukul 7.25 kami tiba di lokasi workshop, sambil melirik jam tangan warna hitam rekan kerja saya memberitahukan pukul berapa sekarang. Mobil kami melaju pelan sebelum dihentikan oleh petugas keamanan untuk cek suhu badan

Workshop kali ini membahas sesuatu yang cukup krusial bagi perjalanan sebuah program studi ataupun lembaga pendidikan. Kita akan merancang Kurikulum Merdeka Merdeka Belajar orang-orang biasa menyebutnya dengan KMMB. Bisa jadi karena hal inilah saya merasa bersemangat, ini adalah hal baru selama berkelana di bidang pendidikan. Cukup lama saya mengamati dan mempelajari bagaimana sesungguhnya KMMB ini, namun baru kali ini punya kesempatan untuk berdiskusi dan merancangnya.

Workshop dibuka oleh para pejabat dan sebagaian peserta workshop. Sekitar empat puluh lima menit saya menunggu acara pembukaan, sampai saya bertemu dengan salah satu kolega ketika saya masih berada di Fakultas Ushuluddin. Cukup lama kami berbincang, sebelum akhirnya beliau mengajak saya keruangan tempat dimana Dosen-dosen Ushuluddin berkumpul. Lumayan mengobati rasa rindu, bisa bertemu dengan handai tolan. Selama hampir empat puluh lima menit saya asik berdiskusi dengan dosen senior yang sangat berpengalaman. Setelah cukup berbincang tentang kabar dan rutinitas sehari-hari, kemudian kami mulai berdiskusi tentang kurikulum baru ini. Beliau menyampaikan banyak hal yang belum pernah saya dengar, ilmu yang sangat mahal, berlian. Saya hanya mengikuti dan menyimak apa yang beliau sampaikan, karena banyak hal yang saya belum faham tentang KMMB. Sesekali saya coba menyampaikan argumen saya namun dengan sistematis beliau bisa menjelaskan kepada saya. Tidak heran, karena beliau sudah sangat lama mengajar, tentu banyak pengalaman dan ilmu yang bisa diceritakan kepada saya.

Saya yakin bahwa suatu saat nanti menemukan berlian dibalik bebatuan yang kami benturkan, walaupun hari ini batu-batu itu sama-sama hancur lebur jadi debu.

Obrolan kami pun terhenti seketika pintu ruangan terbuka dan beberapa Dosen yang baru saja selesai mengikuti acara pembukaan masuk ke dalam ruangan. Sayapun segera pamit dan menyapa beberapa Dosen di sana sebelum akhirnya menutup kembali pintu ruangan pertemuan yang anehnya ruangan tersebut diberi nama sebuah brand mobil Jeep. Dengan gontai saya melangkahkan kaki menuju keruangan sebelah tempat dimana seharusnya saya berdiskusi, hanya berjarak beberapa meter saja dari ruangan fakultas Ushuluddin. Setelah sambutan dari bapak Dekan kami langsung tancap gas, beberapa hal yang sebelumnya sudah kami diskusikan hari ini kembali dilanjutkan. Tim di prodi kami mayoritas masih muda, kami hampir seumuran, hanya terpaut dua atau tiga tahun lah. Gejolak darah muda begitu saya rasakan saat kami berdiskusi, entah apakah karena saya yang terlalu bersemangat atau karena kami semua haus dan ingin segera menuntaskan desain kurikulum ini dengan hasil yang terbaik. Beberapa kali saya juga terlibat dan dengan penuh semangat menyampaikan sejumput pemahaman saya tentang kurikulum ini.

Cukup lama kami berdiskusi, namun saya bisa merasakan belum ada titik terang dari lorong yang sedang kita lewati saat ini. Saya merasa bahwa ini akan sangat panjang, penuh batu, berliku, dan gelap. Saya mencoba mencari pendar untuk mendapatkan pencerahan, namun hasilnya tetap saja masih gelap. Jiwa muda membuat saya sedikit keras kepala, tidak mau kalah, dan merasa benar, hahahaha…. Di beberapa kesempatan saya coba menyampaikan apa yang saya pahami, namun belum cukup kuat untuk diterima. Hingga pada satu titik dimana saya merasa bahwa apa yang sedang kami diskusikan ini akan sia-sia apabila kita tidak mempunyai pegangan, tidak memahami konteks, atau ilmu yang cukup. Ibaratnya saat ini saya berjalan dalam lorong gelap tanpa nyala terang petromak sebagai penuntun. Lelah dan merasa banyak tenaga yang terbuang sia-sia akhirnya saya memutuskan untuk menepi. Ada pengalaman baru yang bisa saya dapatkan bahwa kita harus mempunyai pondasi yang kuat untuk bisa membangun sebuah rumah. Ketika pondasi kuat, rumah akan kokoh, tangguh, dan tidak gampang roboh.

Pengetahuan, pengalaman, dan kebijaksanaan memang akan selalu dibutuhkan. Dalam kondisi apapun ketiga hal tersebut menjadi satu pondasi yang kokoh sebelum kita membangun rumah pun demikian dengan kurikulum ini. Sebelum merancang dan membuat kurikulum yang kuat, kita harus mengombinasikan pengetahuan, pengalaman dan kebijaksanaan. Saya menyadari bahwa pengalaman kami memang masih seumur jagung, masih bau kencur. Apa yang kami lakukan hari ini adalah proses untuk mendapatkan kilau berlian. Hari ini kami sedikit demi sedikit menyepuh batu menjadi permata, walaupun dalam prosesnya kami harus saling melempar dan membenturkan batu-batu tersebut untuk menemukan sebuah berliah. Saya yakin bahwa suatu saat nanti kami menemukan berlian dibalik bebatuan yang kami benturkan, walaupun hari ini batu-batu itu sama-sama hancur lebur jadi debu.

Maaf kalau sangat panjang, semoga bermanfaat sampai jumpa lagi.

Credit:

Photo by Miguel Bruna on Unsplash

 

0 comments
6 likes
Prev post: Sedikit-sedikit dan Pelan-pelan SajaNext post: Anggap Enteng

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published.