Minggu pagi ini terasa kosong rasanya. Mungkin karena sejak kamis (25 juli 2024) sampai dengan sabtu (27 juli 2024) saya menghabiskan separuh hidup saya di kampus. Tiga hari terakhir saya bekerja lembur dengan tim reakreditasi prodi tadris bahasa Inggris (TBI). Bisa jadi karena hal itulah saya merasakan keanehan pagi hari ini.
Mungkin banyak orang yang sudah hafal bagaimana model kerja tim akreditasi di sebuah kampus. Menjadi tim akreditasi prodi maupun institusi membutuhkan energi, pikiran, dan waktu yang super extra. Membuat fisik dan mental terasa lelah. Inilah alasan kenapa tidak banyak orang yang mau menjadi bagian dari proses akreditasi prodi. Kebanyakan cuman mau menikmati hasilnya saja.
Membuat fisik dan mental terasa lelah. Inilah alasan kenapa tidak banyak orang yang mau menjadi bagian dari proses akreditasi prodi. Kebanyakan cuman mau menikmati hasilnya saja.
Tulisan ini nampaknya bisa menjadi pelipur lara dan tempat saya untuk melepas penat. Sudah menjadi kebiasaan bagi saya untuk beralih dari satu pekerjaan ke pekerjaan yang lain. Tentunya bukan bermaksud untuk lari dari tanggung jawab, namun untuk mencari suasana baru. Kalau orang bilang cari “selingan”. Untuk apa? biasanya saya akan mendapatkan ide, tenaga, dan semangat baru untuk kembali menyelesaikan pekerjaan sebelumnya.
Pagi ini (Minggu, 28 juli 2024) sebenarnya saya ingin melanjutkan editing dan proofread dokumen LED prodi TBI, tapi entah kenapa laptop saya terasa berat dan berkali-kali muncul tulisan not responding. Karena kesal, akhirnya saya tutup semua berkas akreditasi, dan mulai menulis artikel ini.
Ada satu kolega yang sangat paham betul dengan kebiasaan saya ini. Biasanya dia hanya tersenyum tipis saat melihat saya jalan mondar-mandir atau melakukan peregangan sambil memandang suasana dari balik jendela. Kadang saya juga bergurau atau membicarakan hal random yang bisa menghadirkan suasana tawa. Kalau sudah dapat mood yang pas, tentu akan hilang rasa jenuh. Selingan seperti ini acap kali saya lakukan terutama saat ada pekerjaan yang membutuhkan konsentrasi tingkat tinggi seperti penyusunan borang.
Saya jadi berpikir untuk mencari pekerjaan tambahan. Mungkin saya bisa mencoba kerja paruh waktu, atau kembali lagi mengerjakan desain logo, layout, atau urusan cetak-mencetak. Jujur saja, semenjak menjadi sekprodi di 2019, kemudian dilanjutkan menjadi kaprodi di 2022 saya meninggalkan sepenuhnya aktivitas mendesain. Saya sudah kehabisan energi setelah pulang dari kantor, mungkin karena faktor usia. Jadi saya tidak bisa membagi waktu antara kerjaan kantor dengan pekerjaan paruh waktu seperti desain.
Saya jadi teringat, beberapa hari yang lalu ada seorang mahasiswa mengirimkan pesan singkat ke saya. Intinya dia ingin mendapatkan pekerjaan tambahan. Dia ingin bekerja sambil kuliah untuk membantu orang tuanya. Dia tidak ingin merepotkan orang tuanya. Semangat yang luar biasa.
Saat itulah tiba-tiba Allah yang Maha Kuasa memberikan ide kepada saya untuk mengajak mahasiswa ini berkolaborasi. Kita punya tujuan yang sama, sama-sama butuh kerja sampingan. Saya butuh kerja sampingan untuk “lari” sejenak dari rutinitas ka prodi dan akreditasi, sedangkan mahasiswa butuh kerja sampingan untuk “lari” dari beban yang dia rasakan. Saya Pun segera mengirimkan pesan balasan:
“Wah, luar biasa. Saya carikan nanti kerjaan yang cocok dengan mahasiswa” saya menulis pesan balasan dengan optimis.
Mahasiswa pun membalas dan menuliskan ucapan terima kasih kepada saya. Tapi cerita belum selesai sampai di sini, karena pesan saya tersebut sampai tulisan ini dibuat saya masih kepikiran, kerjaan apa yang akan saya berikan ke mahasiswa? Tidak mungkin kan saya berikan pekerjaan menulis artikel? Meskipun sepele, namun tetap saja hal ini menjadikan saya resah dan terus-terusan kepikiran. Saya harus bertanggung jawab dengan cara mencarikan mahasiswa kerja paruh waktu.
Entah kenapa, tiba-tiba muncul nama-nama orang hebat seperti Pak Dahlan Iskan, dan Azrul Ananda dalam benak saya. Oh, rupanya di depan saya ada buku Azrul Ananda dengan gambar beliau yang sedang tersenyum. Sekitar sepuluh detik saya arahkan pandangan saya pada sampul buku berwarna gelap dan orange itu. Saya baca judul bukunya Happy Wednesday Top 40 Wkwkwkwk… Ada gambar wajah AA yang tersenyum lebar, seolah tiada beban berat yang diangkat di pundak beliau.
“Alhamdulillah…” kalimat ini terucap bersamaan dengan hembusan exhale nafas saya.
Saya merasa kurang bersyukur. Saya merasa malu karena banyak mengeluh daripada melakukan kebaikan atau hal-hal yang bermanfaat. Memang kita tidak bisa membandingkan diri kita dengan siapapun juga, termasuk dengan tokoh-tokoh besar atau legenda. Namun, apa yang mereka kerjakan bisa menjadi inspirasi dan pelajaran bagi kita semua.
Saya merasa kurang bersyukur. Saya merasa malu karena banyak mengeluh daripada melakukan kebaikan atau hal-hal yang bermanfaat.
Tentunya orang-orang hebat dan sukses di luar sana juga mempunyai beban dan problematika juga. Tapi problematika itu bisa menjadikan mereka kuat, lebih kuat, dan terkuat. Beban itu menjadikan senyuman lebar pada setiap foto-foto yang kita lihat di banyak media. Saya jadi paham, kenapa saya merasa galau akhir-akhir ini. Terlalu banyak mengeluh, terlalu overthinking, terlalu insecure, tak berani mencoba atau memulai untuk melangkah. Melawan rasa malas, melawan rasa curiga, melawan rasa takut, adalah hal yang harus saya lakukan saat ini. Saya jadi teringat kalau “Allah tidak akan merubah nasib suatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.”
Semoga saja esok hari semua akan berjalan sesuai rencana. Intinya adalah kita harus terus berusaha, terus mencoba, dan terus melangkah. Kegagalan bukan akhir segalanya, bisa jadi kegagalan kita hari ini akan membuat kita menjadi lebih baik di masa yang akan datang. Semoga Allah senantiasa memberikan kita semua kekuatan untuk menjalankan aktivitas kita sehari-hari.
“Oh iya, kira-kira pekerjaan apa ya yang cocok untuk mahasiswa?”
Selesai!
Kudus, 28 Juli 2024