Tak terasa semester gasal 2024-2025 sudah memasuki pertengahan semester. Artinya sebentar lagi akan ada ujian tengah semester dan biasanya waktu akan berjalan terasa cepat sampai nanti di ujung pertemuan. Saya berpikir bahwa pada semester ini akan terasa sama seperti semester-semester sebelumnya. Namun, ternyata saya mendapatkan banyak kejutan, terutama di awal-awal perkuliahan. Mohon maaf kalau saya baru saja menuliskan cerita ini, maklum sangat sibuk akhir-akhir ini.
Beberapa hal menarik yang saya rasakan semester ini adalah mengampu mata kuliah baru. Ada satu mata kuliah sebut saja Digital Literacies, ya memang ini nama mata kuliahnya. Hehehehe… Kalau Anda membaca paragraf ini pasti bertanya “apa hubungannya dengan judul artikelnya?”
Sebagai informasi, ini kali pertama saya mengajar mahasiswa semester 1 program studi Tadris Bahasa Inggris (TBI). Inilah kenapa hal ini menjadi sangat menyenangkan bagi saya. Selama ini saya hanya mengajar mahasiswa semester 4, 5, 6 dan seterusnya. Ini pengalaman baru yang harus saya kenang, cieee… hahaha…
Tulisan saya kali ini gak akan membahas metode pembelajaran, mata kuliah digital literacies, atau hal teknis selama saya mengajar. Ada satu hal yang menggelitik dalam batin saya, dan ini harus saya ceritakan kepada seluruh manusia di dunia ini.
Saat kali pertama membaca daftar hadir, saya terkejut karena ada nama unik yang jarang saya dengar di kampus. Ada nama seorang mahasiswa yang identik banget dengan klub sepakbola.
“Ini beneran nama kamu Rosela Lexy Julita Fiorentina ada Fiorentina? Kamu sudah pernah tau apa itu Fiorentina?” Tanya saya kepadanya sambil mengernyitkan dahi, sedikit tak menyangka.
Sambil tersenyum gadis itu menjawab “Benar Pak, itu nama pemberian orang tua saya”. Mungkin ini bukan kali pertama bagi dia ditanya orang asing perihal namanya. Jelas terlihat dari wajahnya yang santai dan cara dia berbicara.
Masih dengan rasa penasaran saya mencoba bertanya sekali lagi “Bapak kamu anak gawang ya? Eh maksud saya, pemain bola favorit Bapak kamu pasti Gabriel Batistuta ya?”
“Hahaha.. iya benar, Ayah saya sering cerita” sambil tertawa lepas dia menjawab pertanyaan saya. Karena tawanya yang lepas seketika diikuti tawa riuh teman-teman sekelasnya. Meskipun saya yakin mereka tidak paham obrolan yang saya lakukan dengan Fio.
Gara-gara hal ini, saya kembali teringat masa kecil saya dulu, eh masa remaja saya dulu. Saat era kejayaan Liga Serie A Italia, masa dimana kami sebagai tifosi larut dalam euphoria tim kebanggaan yang kami banggakan. Kami bahkan sering mencomot nama pemain sepakbola tersohor untuk menjadi nama alias. Sebut saja Adi Totti, Beno Costa, Herman Crespo, Faizal Batistuta, dan bahkan saya ikut-ikutan mengganti nama saya menjadi Nuskhan Piero. Nama-nama seperti ini berseliweran di radio yang mengudarakan program sepakbola. Hal seperti ini menjadi kebanggaan tersendiri bagi kami saat itu. Saat dimana tidak ada kata-kata kotor atau cacian diantara kami. Hanya ada kegembiraan dan untuk hiburan semata. Beda dengan yang jamak kita lihat di linimasa media sosial hari ini.
Nampaknya para orang tua yang satu generasi dengan saya cenderung lebih berani memberikan nama anak mereka dengan pemain pujaan, klub, atau hal-hal yang berkesan di hidup mereka. Mungkin saja ada kebanggaan tersendiri ketika memberikan nama anaknya seperti pemain sepakbola dunia. Atau para orang tua berharap tuah dari nama tersebut. Pemain sepakbola profesional saat ini juga memiliki nama legenda sepakbola, sebut saja Fauzi Toldo, Arkhan Kaka, Beckham Putra, Gian Zola, dan Sutan Zico. Nama-nama ini sering muncul di layar kaca dan media sosial.
Kalau ditelusuri, tidak hanya nama pemain sepakbola saja, banyak hal diluar sepakbola yang menjadi inspirasi bagi para orang tua saat memberikan nama kepada anak mereka. Oh iya tiba-tiba saya teringat, bahkan murid saya saat di SMK dulu punya nama Ivan Feroza. Feroza ini salah satu jenis mobil yang diproduksi Daihatsu. Saya agak lupa angka tahunnya, yang pasti saat saya remaja ada mobil dengan sebutan Feroza.
Pada akhirnya, apalah arti sebuah nama. Menurut saya yang paling penting adalah akhlak mulia dan kontribusi seseorang terhadap dunia ini. Tidak harus kontribusi yang besar, cukup menjadi orang yang bermanfaat adalah satu hal yang berharga dibandingkan sebuah nama. Apalah arti nama yang bagus tapi akhlak dan perangainya tidak sesuai dengan aturan. Apalah arti nama yang indah, kalau pada kenyataannya membuat rusak dunia.
Wallahu A’lam Bishawab